Sudah mulai memasuki musim penghujan. 23.50. Malam ini hujan turun. Satu-satunya kalimat yang pernah kutulis paska kita tak lagi menjadi kata adalah “Sudah mulai musim penghujan. Celakanya, banjir dimana-mana. Syukurnya, hatiku tak lagi ada pada musim yang sama. Tidak ada lagi banjir di pelupuk mata”. Ya, memang benar. Tapi, melupakan tak harus menghapus rindu, bukan?
Semoga kalian tidak bosan. Akan aku ceritakan sedikit kenangan, yang hanya pada kalian aku bisa bagikan.
Malam itu, di musim yang sama, kita baru saja berpisah setelah melalui malam minggu seperti kebanyakan anak muda lainnya. Ah, jangan dibilang lebay. “Nanti kabarin, ya.” menjadi satu-satunya pemberitahuan wajib setelah genggaman tangan sudah mulai terpisah jarak. Seperti tidak ingin ada rindu, masih saja ada obrolan tengah malam memanfaatkan fitur telfon gratis, hehe.
“hujan.” katamu. Aku mengiyakan.
“Coba sini kamu ke rumah, rasain gimana dinginnya”, kamu melanjutkan. Lagi-lagi aku hanya mengiyakan.
“Semoga, aku gak kaya gini ya ke kamu” katamu. Tidak, dong! Aku tidak mengiyakan kali ini.
“Kayak gini gimana?” tanyaku.
“Gak dingin” jawabmu. Aku terdiam. Kemudian mengAamiini.
Sayangnya, malam ini, di musim yang sama, hati kita tak lagi sama. Bukan lagi dingin, tapi sudah membeku. Fitur chat gratis tak lagi bisa membantu, bahkan hanya untuk sekedar menanyakan bagaimana kabarmu. Kalau nanti Antartikamu mulai mencair, jangan lupa selalu ada Padang Gurun yang siap menghangatkan jalan kepulanganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar