Tidak ada yang benar-benar baik-baik saja ketika kehilangan
Yang ada, hanya manusia-manusia bebal yang berpikir untuk apa bersedih ketika bibirnya masih sanggup tersenyum
Berhentilah menanyakan
“Seperti apa rasanya? Apa kamu baik-baik saja?”
Kamu hanya akan sedikit mengupas luka yang baru saja diberi salep dengan harap lekas kering.
Tidak ada yang benar-benar baik-baik saja ketika kehilangan
Berbahagialah mereka yang masih sanggup tertawa
Ketika badai seakan menghujam ujung lidahnya
Mati-matian ia menyelamatkan diri
Agar mampu terucap kalimat “Aku baik-baik saja”
Tak semua orang sekuat dirimu.
Tidak ada yang benar-benar baik-baik saja ketika kehilangan
Pun diriku,
Ketika siang masih benderang saja tangisku tersedu
Bayangkan, ketika malam kemudian aku merindu
Mati sudah aku.
Minggu, 14 Oktober 2018
Selasa, 09 Oktober 2018
Dari: Aku.
Selamat menjaga hatinya
Mulai saat ini, tak lagi ada hakku untuk mengatur hidupnya.
Mulai saat ini, tak lagi ada kewajibanku menjaga hatinya.
Selamat menjalani hari dengannya
Boleh tidak, aku mengatakan “Aku tidak percaya”?
Pada apa? Tanyamu pasti.
Pada tiap-tiap alasan yang dia buat, hanya untuk melepaskan aku.
Pada waktu yang dia buang percuma, hanya untuk bersamaku
Tidak, bukan. Hanya untuk meninggalkanku, lebih tepatnya.
Selamat bersenang-senang dengannya
Kudengar, kamu baik-baik saja menerima keadaannya
Bukan, bukan yang apa adanya.
Menerimanya ketika dia masih bersamaku
Kudengar, kamu tidak masalah.
Benar? Ah, kamu orang baik. Aku tidak percaya itu.
Selamat menjadi sandaran hidupnya
Kudengar, banyak sekali lelaki ingin mendekatimu
Kudengar, suka sekali kamu mengganti yang ini dengan yang itu
Benar? Ah, tidak. Lelakiku, maaf, tak lagi seperti itu. Dia yang pernah menjadi setengah bagianku, tentu tidak akan memilih yang tidak baik, bukan? Kamu pasti orang yang baik.
Dia pun pernah memilihku, untuk kemudian menemukan pundakmu.
Jangan patahkan kakinya hanya karena pundakmu tak lagi bisa menjadi tempatnya bersandar.
Kamu pun harus ingat, demi kamu, dia melepasku.
Selamat bersusah payah, mempertahankan kuatnya pondasi langkahmu.
Dari,
Aku. Seseorang yang pernah hampir berhenti urat nadinya, karena kalimat “aku melepasmu, untuk seseorang yang baru”.
Mulai saat ini, tak lagi ada hakku untuk mengatur hidupnya.
Mulai saat ini, tak lagi ada kewajibanku menjaga hatinya.
Selamat menjalani hari dengannya
Boleh tidak, aku mengatakan “Aku tidak percaya”?
Pada apa? Tanyamu pasti.
Pada tiap-tiap alasan yang dia buat, hanya untuk melepaskan aku.
Pada waktu yang dia buang percuma, hanya untuk bersamaku
Tidak, bukan. Hanya untuk meninggalkanku, lebih tepatnya.
Selamat bersenang-senang dengannya
Kudengar, kamu baik-baik saja menerima keadaannya
Bukan, bukan yang apa adanya.
Menerimanya ketika dia masih bersamaku
Kudengar, kamu tidak masalah.
Benar? Ah, kamu orang baik. Aku tidak percaya itu.
Selamat menjadi sandaran hidupnya
Kudengar, banyak sekali lelaki ingin mendekatimu
Kudengar, suka sekali kamu mengganti yang ini dengan yang itu
Benar? Ah, tidak. Lelakiku, maaf, tak lagi seperti itu. Dia yang pernah menjadi setengah bagianku, tentu tidak akan memilih yang tidak baik, bukan? Kamu pasti orang yang baik.
Dia pun pernah memilihku, untuk kemudian menemukan pundakmu.
Jangan patahkan kakinya hanya karena pundakmu tak lagi bisa menjadi tempatnya bersandar.
Kamu pun harus ingat, demi kamu, dia melepasku.
Selamat bersusah payah, mempertahankan kuatnya pondasi langkahmu.
Dari,
Aku. Seseorang yang pernah hampir berhenti urat nadinya, karena kalimat “aku melepasmu, untuk seseorang yang baru”.
Langganan:
Postingan (Atom)